By Jenganten, makeup wedding/wisuda Jogja
Sepuluh tahun yang lalu, jika ada saudara atau kerabat kita yang menikah, umumnya akan memakai jasa perias dari salon yang menjual paket lengkap. Ada dekorasi, makeup pengantin, ibu pengantin, among tamu, sampai ke buku tamu dari satu vendor. Kabarnya malah ada juga yang menyewakan
sound dan MC-nya sekalian. Waktu itu belum ada tren
bridesmaid ataupun
makeup artist (MUA). MUA masih dipandang sebagai profesi langka yang hanya menangani artis-artis atau selebritas ternama. Seperti namanya --
makeup artist, makeup yang menangani artis-artis. Begitu kononnya.
Beda halnya dengan sekarang, profesi MUA agaknya semakin menjamur seiring dengan berkembangnya tren
beauty blogger dan
vlogger.
Makeup drugstore dan
high-end semakin marak dan mudah dibeli. Di era konsumtif
makeup inilah, banyak orang -- perempuan terutama, mendaku diri sebagai
makeup artist asalkan bisa menggambar alis.
|
asal bisa nggambar alis |
Bayangkan saja,
kemampuan untuk membeli makeup yang sebegitu banyaknya tidak seimbang dengan kemampuan menghabiskannya. Punya
foundation 5,
blush on 10, lipstik 25, tetapi mukanya cuma satu, pipinya cuma dua, dan bibirnya cuma satu. Akhirnya ke mana? Kalau nggak berujung ke dibuang (karena udah keburu kadaluarsa), dijual kembali dalam bentuk
preloved, ya dipakai mendandani orang lain alias
makeup-in orang. Dari situlah mulai timbul para MUA baru yang muncul ke permukaan. Ada yang pada awalnya hasil
makeup-nya masih B aja, namun seiring dengan berjalannya waktu dan jam terbang, lambat laun para MUA tersebut menjadi semakin ramai dan profesional. Bahkan ada yang berani
resign dari pekerjaannya sekarang demi mengejar passion sebagai MUA.
Persoalan timbul saat beberapa
perias yang notabene telah mengenyam pendidikan rias, baik formal dan non formal, merasa 'terganggu' dengan fenomena MUA-MUA baru yang menjamur ini. Dipikirnya 'kok gampang banget jadi tukang dandan, padahal sertifikat aja nggak ada, belajar pakem pun enggak, kok sudah berani mengambil untung dan jual jasa?'
And then, di mata MUA yang umumnya sudah termasuk lama berkiprah di bidang ini pun nggak kalah 'terganggu' juga. 'Kan para MUA itu mengutamakan gaya
makeup modern dan sesuai selera pasar. Sirik aja sih loo' ~ begitu katanya.
Well, begitulah yang terjadi di lapangan. Nah, daripada membentuk kekisruhan yang membingungkan kamu (terutama yang bukan perias maupun MUA), ada baiknya saya jelaskan
apa sih perbedaan perias dan MUA? Sisi positif negatifnya apa
, serta
pada siapa sebaiknya kamu memakai jasanya untuk hari spesialmu.
💅 Perias umumnya telah mengenyam pendidikan baik formal maupun non formal tentang dunia per-makeup-an
Tahu Puspita Martha Beauty School? Jurusan Teknik Rias yang ada di kampus-kampus pendidikan? Atau sanggar-sanggar rias yang kerap membuka kelas paes? Ya, itu adalah beberapa sekolah atau tempat belajar yang sering dilakoni oleh para perias profesional. Mereka belajar selama beberapa bulan bahkan tahunan untuk mengerti cara membentuk alis, menata rambut, mencukur rambut, hingga tata cara rias pengantin tradisional.
Untuk bekal skill, jelas para perias-perias ini patut diacungi jempol. Sebelum mereka sungguhan terjun ke lapangan sebagai profesional, mereka diharuskan menjalani semacam intership atau PKL terlebih dahulu untuk mengasah skill dan jam terbang.
💅 MUA juga (harusnya) telah mengenyam pendidikan berupa kursus dari MUA-MUA yang sudah senior di bidangnya
Tidak seperti perias yang membutuhkan waktu bertahun-tahun, para MUA umumnya banyak
melakukan self development dalam mengembangkan
skill riasnya. Modalnya berani dan sedikit trik marketing dan foto untuk menghias portopolionya di medsos. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus dan tidak berhenti belajar, para MUA ini akan lekas menjelma menjadi MUA panutan yang bisa jadi nggak punya hari libur selama seminggu -- karena saking larisnya.
💅 Berbeda dengan perias yang punya banyak skill dalam teknik riasan tradisional, MUA lebih terbatas pada teknik rias wajah saja
Seorang perias biasanya dituntut untuk menguasai banyak hal sekaligus. Mulai dari mendandani wajah, rambut, hijab, cara memakaikan baju, cara meronce melati, tata cara panggih, hingga cara manajemen
wedding organizer pun mereka ngerti. Pokoknya
pepak sekali deh. Untuk itulah, belajar dalam waktu lama sangat diperlukan. Silakan tanya pada perias: Mbak/Mas, apa njenengan bisa memakaikan sanggul dan jarik Solo? Jawaban umumnya pasti 'oh, jelas bisa Kakak'.
Berbeda dengan MUA, mereka berfokus hanya pada riasan wajah saja, udah, itu tok, til. Sangat sedikit MUA yang menguasai tata cara ubo rampe yang dikuasai oleh perias. Namun dengan hal ini,
justru membuat skill para MUA dalam merias wajah itu sangat pro sampai tahap yang tak terbatas, tergantung seberapa tingkat belajar si MUA tersebut. Mudah menemui MUA yang bekerjasama dengan tim yang terdiri dari
hair stylist, hijab stylist, pemanggih, pemaes, dll.
They just don't work alone and let the team do the rest.
💅 Perias umumnya memberikan jasa dalam bentuk borongan. Sementara MUA, service-nya terbatas di makeup saja. Paling mentok dilengkapi dengan jasa hair do atau hijab
Kalau kamu adalah seorang pengantin dan ingin meminta jasa salon rias untuk menangani acaramu, besar kemungkinan si salon akan menyediakan layanan borongan yang terdiri dari:
makeup manten,
makeup ibu manten, among tamu, buku tamu, hingga
bridesmaid. Belum
prithilan lainnya seperti dekorasi,
sound, MC, baju dan sebagainya. Paket lengkap lah pokoknya. Umumnya seorang perias memang memiliki semua itu. Konon, di tempat yang lebih rural, jasa perias tidak hanya ngurusin manten saja, tetapi sudah laiknya
wedding organizer itu sendiri. Dari hal ini kita bisa menyimpulkan bahwa menjadi seorang perias jelas sekali membutuhkan modal yang suangaat besar dan waktu yang lama (untuk belajar).
Berita baik untuk MUA, modal yang dibutuhkan tidaklah terlalu besar. MUA tidak harus memiliki gebyok dekor ataupun baju pengantin se-ubo rampenya. Mereka memfokuskan pada kepemilikan benda-benda yang menunjang pekerjaan merias wajah saja, seperti:
beauty case, ringlight,
makeup high-end, dan tentunya: ketrampilan memotret yang baik. Karena foto merupakan pintu utama mereka mendapatkan klien.
💅 Perias biasanya bertahan dengan pakem (well, mereka sangat ahli dalam hal ini). Sementara para MUA cenderung lebih modern dan mengikuti perkembangan selera pasar
|
Hasil riasan para MUA cenderung mengikuti selera pasar |
Perias memang dididik untuk senantiasa menaati pakem dan standar tertentu. Misalnya, saat mereka belajar riasan tradisional pengantin gaya Jogja, maka mereka diharuskan mempelajari seluk beluk serta riasannya yang memiliki aturan tertentu. Contoh gampangnya adalah: cara membentuk alis ala Jogja Putri, diharuskan memiliki derajat kelengkungan tertentu yang tidak sama dengan alis modern seperti zaman sekarang. Itu tidak boleh dibantah, jika salah sedikit saja bisa kena cap tidak melestarikan adat leluhur.
Karena sebab di atas itulah, para perias cenderung stagnan dalam menyikapi perkembangan makeup modern saat ini. Banyak terlihat di lapangan, perias yang ajeg berkutat pada cara lama yang dinilai kuno. Meski sekarang, misalnya, para MUA sebelum memakaikan foundation lazim memberikan berlapis-lapis primer terlebih dahulu, para perias masih menggunakan foundation krim sejuta umat yang diajarkan oleh gurunya dahulu.
Perkara perkembangan kekinian dan modernitas, tentu MUA lebih piawai di bidangnya. Dengan keahlian yang terfokus, mereka akan mengembangkan pelbagai cara untuk mendapatkan tampilan makeup yang flawless, sempurna, glowy, strobing, dewy, atau apalah itu -- sebuah istilah asing yang tidak diajarkan oleh guru-guru perias manapun.
💅 Perias memiliki salon. MUA memiliki studio. Apa sih perbedaannya? Atau jangan-jangan sama saja?
Seorang perias biasanya memiliki tempat berkarya yang disebut salon. Di salon inilah mereka menempatkan alat-alat makeup, baju-baju, hingga gebyok yang merupakan bahan usaha mereka. Sementara MUA cenderung menamai tempat berkarya dengan sebutan studio. Layaknya seniman, para makeup artist (seniman makeup) ini juga memiliki tempat tersendiri untuk melakukan karya seni.
Apakah tempat berkarya seperti demikian wajib adanya? Tidak. Nyatanya ada banyak perias dan MUA freelancer yang bekerja secara home-service atau menyesuaikan panggilan. Sehingga tempat bekerja mereka adalah tempat di mana klien tinggal atau berdiam. Bagaimana? Kamu bisa lho menjadi MUA meski tak punya studio. Tertarik?
💅 Mari bicara soal jenjang karier perias dan MUA
Perias umumnya memiliki jenjang karier sebagai berikut: belajar di sanggar/pendidikan > magang > internship atau ikut orang menjadi asisten pengantin > pelan-pelan mengambil klien sendiri > menimbun barang inventaris seperti kebaya, gaun, dsb > memiliki/menyewa tempat untuk dijadikan salon > semakin populer dan dibayar mahal.
Adapun jenjang karier MUA adalah: belajar makeup autodidak > ikut kursus MUA profesional basic to pro > mengambil klien yang mudah seperti wisuda dan bridesmaid > kadang kerjasama dengan MUA lain > lambat laun mengambil klien wedding > memiliki/menyewa tempat untuk dijadikan studio > semakin populer dan dibayar mahal.
FAQ
💅 Apakah untuk menjadi perias atau MUA itu harus punya kualifikasi tertentu?
Oh jelas! Baik perias ataupun MUA itu harus punya ketrampilan basic yang digunakan untuk berkarya. Perias umumnya harus menguasai banyak hal sekaligus seperti yang sudah ditulis di atas (menyanggul, memakaikan jarik, memberikan jasa WO, sampai busana). Umumnya para perias ini mengikuti kurikulum tertentu supaya menguasai aneka skill yang dibutuhkan secara standar tertentu.
Sementara MUA, mereka berfokus pada teknik makeup wajah saja. Memang kesannya cuma sedikit (kok cuma makeup wajah saja), tetapi jangan salah, menurut info yang saya dengar, menjadi seorang MUA harus setidaknya menguasai 4 jenis riasan: riasan biasa, riasan panggung, riasan geriarti (orang tua), dan riasan cikatri (orang cacat). Jadi, jika kamu baru menguasai merias wajah orang normal, artinya skill kamu perlu dikembangkan lagi.
💅 Bisakah seseorang menjadi MUA sekaligus perias?
Tentu saja bisa. Kamu bisa menjadi MUA yang bisa njariki, atau menjadi MUA yang bisa mengaplikasikan paes. Tidak ada yang salah dengan belajar hal baru. Begitu pula sebaliknya, jika kamu adalah seorang perias, sah-sah saja kalau melabeli diri sebagai MUA -- tergantung preferensi pasar. Pada ujungnya selalu kembali ke pasar. Jika khalayak lebih menginginkan dirias oleh seorang MUA alih-alih perias misalnya, lalu bisa apa?
💅 Pertanyaan yang paling sering: kalau mau menikah, sebaiknya pakai jasa perias atau MUA?
Yang pertama, kamu harus mengerti apa yang benar-benar kamu inginkan di dalam acara pernikahanmu. Jika kamu ingin simple dan nggak pakai banyak mikir, meminta jasa perias adalah pilihan baik. Soalnya, di sana kamu bisa mendapatkan layanan sepaket; mulai dari rias pengantin, ibu, rambut, among tamu, baju, foto bahkan ada juga yang menyediakan dekorasi.
Namun jika kamu menginginkan layanan yang lebih eksklusif, memakai jasa MUA juga bisa kamu lakukan. Konsekuensinya adalah kamu harus mencari vendor sendiri-sendiri (bukan paketan). Agak repot sedikit sih, tapi kalau kamu tipe yang perfeksionis, ide ini agaknya menarik untuk dilakukan.
Sebelum memutuskan kepada siapa acara pentingmu dipasrahkan, penting untuk mengetahui layanan dan skill apa yang ditawarkan oleh perias/MUA, supaya tidak terjadi miss komunikasi. Kerap terjadi seorang MUA dinyinyirin pihak keluarga pengantin akibat setelah selesai mendandani pengantin, si MUA malah pulang dan tidak menemani/mengantarkan pengantin ke pelaminan. Padahal, MUA ini dibayar ya untuk merias wajah, bukan untuk memanggihkan pengantin. Nah, hal-hal seperti ini penting untuk dikomunikasikan.
Yang masih belum diketahui, bisnis proses seorang MUA saat menangani pengantin memang berbeda dengan perias salon pada umumnya. MUA akan memberikan jasa makeup saja, karena memang itulah kompetensi mereka. Jikalau MUA ini membawa tim, itu adalah rekanan mereka yang nantinya bertugas sesuai posisi masing-masing. Dalam hal ini, MUA boleh lah disebut sebagai perias yang berfokus pada riasan wajah saja. Artinya, jika kamu menginginkan layanan 'lebih' seperti dipanggihkan, ditungguin, dan selebihnya, maka harus dikomunikasikan dengan MUA.
Memang agak repot untuk menangani banyak pritilan, tetapi jika kamu sudah terlanjur suka dengan hasil makeup MUA X, misalnya, apalah daya yang bisa melawan kehendak calon pengantin?
Itulah beberapa hal yang saya ketahui antara MUA dan perias. Sekali lagi, ini bukan untuk menandingkan antara perias vs MUA. Hanya memberikan gambaran untuk kamu yang masih sering keliru dan ragu-ragu. Banyak yang masih mengira bisnis proses MUA itu seperti perias salon, padahal tidak. Nah, dengan artikel ini diharapkan dapat memberikan info buatmu calon pengantin, ataupun calon perias dan MUA masa depan. :)
Nb:
Sebagian foto di artikel ini diambil dari instagram
@jenganten
Untuk info dan layanan makeup wedding/wisuda/bridesmaid area Jogja dan sekitarnya dapat klik ini:
bit.ly/tanyajenganten (langsung teralihkan ke Whatsapp)
Lady