Aceh saat ini. Pelabuhan Ule Lheue. |
Kini Aceh telah banyak berbenah. Meskipun bencana Tsunami tidak mungkin dihapus dari jejak sejarah kota ini, penduduk Aceh tengah beranjak move on dari kesedihan. Bekas-bekas Tsunami dijadikan monumen dan museum. Hampir di setiap masjid, hotel dan tempat umum, selalu dipajang foto-foto kondisi ketika diterjang tsunami. Bahkan di kantor yang saya kunjungi, di pintu masuk dibuat semacam garis setinggi paha orang dewasa yang bertuliskan "ketinggian air Tsunami". Orang Aceh yang pernah saya temui mengatakan "Tidak apa tanah kami terkena hempasan, tapi lihatlah tempat kami, sekarang indah, swadaya dan makmur".
Masjid Baiturrahim, masih teguh berdiri dan menjadi satu-satunya bangunan yang masih utuh ketika diterjang tsunami. |
Hampir di setiap bangunan memiliki penanda ketinggin air seperti ini. |
Mie Aceh Kepiting. Menu dengan kepiting sebesar ini, harganya cuman 25-30 ribu doang! |
Masjid Raya Baiturrahman, masjid terbesar kota Banda Aceh. |
Interior Masjid Baiturrahman. |
Masih di Pelabuhan Ule Lheue. Pelabuhan menuju pulau Sabang |
Rumoh Aceh, warung kopi yang juga menjual kopi Luwak. |
Dan tentu saja, jangan sampai kamu melewatkan Museum Tsunami. Museum yang didesain oleh Pak Ridwan Kamil sebelum menjadi walikota Bandung ini menampung banyakk cerita tentang Tsunami. Dari foto-foto tsunami, kisah seorang anak yang kehilangan keluarganya ketika bencana, sampai sebuah jam dinding -sumbangan dari seorang penduduk- yang jarumnya menunjuk ke waktu kejadian tsunami. Konon jarum jam tersebut tetap tidak mau kembali ke jarum semula.
Di salah satu bagian museum, terdapat ruang yang dinamai Ruang Doa, di situ ditulis nama-nama korban yang wafat akibat tsunami sepuluh tahun yang lalu. Ruangan tersebut berbentuk kubah gelap. Hanya ada satu cahaya yang menerangi, yaitu sebuah lubang di puncak kubah, yang dari bawahnya kita bisa melihat ada tulisan asma Allah di sana. Ruangan ini juga diiringi sayup lagu tradisional Aceh yang makin membuat bulu kuduk merinding.
Backpacker ke Aceh, mungkinkah? Mungkin banget. Katakanlah tiket pesawat nggak dihitung (hitung sendiri dari tempat tinggal masing-masing ya), penginapan di Aceh harganya kisaran 200ribu sampai 300ribu. 300 ribu itu saja sudah mendapat hotel yang bagus banget, tinggal dibagi beberapa orang yang kamu ajak jalan-jalan deh. Coba cek Hotel Medan. Untuk makanan, sejauh yang saya amati harganya nggak terlalu mahal banget kok (kepiting aja harganya 25ribuan). Segelas kopi harganya 3 ribu rupiah. Biaya masuk ke museum-museum, semuanya gratis. Di Aceh, banyak tersedia angkot-angkot yang muter-muter ke tempat-tempat seru.
Saya belum mencoba jalan-jalan ke Aceh ala backpacker, kemarin ini kebetulan karena ada pekerjaan di sana. Tapi suatu saat semoga kesampean ke Aceh lagi. Ke pulau Weh! Nyegur atau snorkel di sana. Winkkk.
By the way, kenapa saya menulis post traveling di beauty blog Jenganten? Pertama, saya pengen ikut memperingati satu dasawarsa tsunami. Kedua, saya pengen pembaca-pembaca tahu bahwa Aceh itu nggak sebegitunya kok. Aceh nggak seekstrim yang diberitakan di media-media berita. Aceh itu seru dan nyaman untuk dikunjungi. Aceh juga menggabungkan antara iklim Islami yang kental, plus toleransi yang dijunjung tinggi. Ketiga, saya ingin meneruskan pesan yang disampaikan seorang Bapak yang saya temui di Aceh yaitu: ajaklah orang untuk ke Aceh, Aceh itu aman, beritahukan pada semua orang bahwa di sini kalian akan dijamu dan dimanja dengan keramahtamahan khas Aceh.
Selamat pagi,
+Andhika Lady Maharsi