Eit, jangan keburu negatif dulu. Tapi juga jangan mengecap saya sebagai anti MLM. Di sini saya akan mencoba cerita tentang MLM secara netral. *berdasarkan pengalaman sendiri dan sejumlah info yang saya tahu*. Saya rasa, pasti akan ada pembaca yang pro dan kontra. Mungkin ada yang pro, karena baru aja dapat downline banyak plus reward. #eaaaa. Atau ada yang kontra karena telah kehilangan sejumlah uang untuk melakukan pendaftaran dan merasa tertipu upline kamu. Iya ya? Iya ya? #pukpuk
Mari kita lupakan dulu seteru antara yang pro dan kontra. Karena mungkin ada juga pembaca yang belum pernah mengenal MLM dan belum mengerti isi di dalamnya sama sekali. Bagi yang belum tau, mudah-mudahan postingan saya ini cukup membantu. FAQ : Saya bukan ahli ekonomi, jadi informasi di bawah ini hanya sebatas pengetahuan dasar saya saja.
Apa sih MLM itu?
MLM atau multi level marketing adalah sistem penjualan yang menggunakan media orang-orang/masyarakat sebagai personil pemasar. Orang-orang yang berperan sebagai pemasar ini memiliki jenjang yang berbeda-beda sesuai tingkatan dan jumlah downlinenya. Makannya disebut multi level. Sejauh yang saya tahu, ada dua sistem penjualan produk. Yang pertama konvensional, yang kedua melalui penjualan langsung. Penjualan secara konvensional banyak sekali contohnya. Mayoritas penjualan produk menggunakan sistem ini. Langkah-langkahnya :
Produksi (biaya produksi) -> iklan (biaya iklan, bayar artis, bayar baliho, bayar sewa hosting domain) - distribusi (bayar distribusi) -> konsumen
Sebelum sampai ke tangan konsumen, produk itu melewati beberapa tahap pemasaran yang memakan biaya. Biaya pemasaran itu akan ditambahkan ke harga final yang dibeli konsumen. Jadi misalnya kita membeli sepotong sabun mandi batangan seharga 3000 rupiah, bisa jadi harga asli sabun tersebut hanya lima ratus. 2500 sisanya adalah biaya marketing, iklan, distribusi, dan sebagainya.
Lain halnya dengan MLM. Bentuk pemasaran dapat disederhanakan sebagai berikut :
Produksi (biaya produksi) -> multi level marketing (biaya marketing, bayar level, bayar rewards, dsb) -> distribusi -> konsumen.
Haha, ternyata jumlah langkahnya sama ya. Hanya berbeda dari segi pemasaran. Pemasaran melalui jalur MLM ini cukup unik. Perusahaan mengeruk orang banyak dan orang-orang tersebut juga mengeruk orang-orang lagi untuk menjadi partner marketingnya (atau kita sebut downline). Orang-orang tersebut bertugas menjual produk secara pribadi ke orang lain. Makin banyak jaringan, makin laris produk yang dijual. Makin banyak downline, makin banyak produk yang di jual di jaringannya. Makin kayalah orang itu. Jadi, keberhasilan mengikuti bisnis MLM sangat tergantung dengan kemampuan kita merekrut orang sebagai mitra.
Secara garis besar memang terlihat tidak ada yang aneh. Tapi, di masyarakat umum, sangat banyak terjadi penyelewengan cara perekrutan. Ini pengalaman saya sendiri sih. #glek Dulu waktu saya masih semester dua, baru meniti karir sebagai mahasiswi baik dengan IPK lumayan dan part time sebagai guru les, ada seorang teman yang mengajak saya ikut MLM dia. Nama badan MLMnya adalah Tianshi. Pasti udah pada dengar kan? Nah, Tianshi ini semacam penjual obat dan suplemen asal China. Kalo mau informasi lebih banyak tentang tianshi coba googling saja. Banyak sekali info dan pro kontra yang terdapat di website.
Nah, proses perekrutan itu yang kelihatan indah pada awalnya ternyata banyak dibalut penyelewengan-penyelewengan yang terjadi. Misalnya begini :
1. Calon downline ditawari untuk kerja parttime dengan penghasilan sekian juta. Tapi ketika ditanya kerja ngapain, mereka tidak menjawab, alih-alih mengajak calon untuk datang ke seminar OPP di kantornya (singkatannya lupa. :p). Segala daya upaya mereka lakukan untuk mengajak calon datang ke OPP dengan TIDAK MENYEBUTKAN METODE KERJANYA SEPERTI APA. Bagi yang penasaran, belum tahu secara mendalam, pengen dapet duit banyak dengan instan, atau karena enggak enak diajak temen, akhirnya ya maulah si calon mengikuti mereka. Pengalaman, saya diiming-imingi duit banyak, dan temen kerja yang cakep-cakep. Karena (lagi-lagi) saya enggak enak, akhirnya saya mengikuti teman saya itu.
2. Saat seminar, kita disuguhi presentasi yang melukiskan impian-impian umum manusia (punya rumah, punya mobil, punya kapal pesiar). Dan sound system dan suasana yang mendukung banget untuk penambahan semangat. Dan lagi, orang-orang di dalamnya itu berpakaian dan bersikap seolah-olah kelihatan profesonal sekali sebagai pelaku bisnis besar. #ngeeek
3. Setelah seminar itu, kita dipertemukan dengan upline orang yang ngajak itu. Dan (lagi-lagi) kita dicekoki dengan impian duit banyak, dan lain-lain secara pribadi dan tatap muka. Hampir setiap penyangkalan yang diucapkan akan dibalik menjadi pengertian yang seolah-olah dapat diterima logika. Misalnya begini :
Calon downline : Tapi kan ini bisnis cari-cari orang.
Upline : Emang ada bisnis yang enggak cari-cari orang? Kamu jadi guru, yang diajar kan orang. Emang ngajar monyet?
CD : Aku gak punya kemampuan bicara di depan umum.
U : Itu bisa dilatih mbak. Sekarang mbak lagi bicara sama siapa? Saya saya kan? Lha, itu bisa ngomong sama saya.
CD : Kalo enggak boleh sama orang tua.
U : Mbak itu udah dewasa, sudah bisa memutuskan sendiri. Sudah bisa memilih impian sendiri. Sudah mantap mau wisuda bawa merci dan punya passive income 30 juta per bulan?
CD : Aku gak punya temen banyak.
U : Masa? Temen kos, temen kuliah, temen sd, bapaknya temenmu, ibunya temenmu, tetangga.
Hmmm, ga sekalian aja tetangganya ibunya kucingnya ponakannya mantan calon calon pacar saya Mas?
Gak usah panjang-panjang. Pokoknya saya akhirnya bergabung. #facepalm . Sekian ratus ribu saya keluarkan (dan gak usah tanya kenapa dan duitnya dari mana)
4. Ketika saya telah bergabung, ternyata enggak sampai di situ. Saya diminta (atau dipaksa) untuk menuruti semua planning upline saya. Dari harus datang setiap hari ke kantor bawa temen. Harus sedia kalau dipanggil kapan aja. Harus sedia bolos kuliah kalau ada presentasi. Dan satu lagi, mereka sering mencela downline yang mau mudik karena dianggap membuang-buang waktu untuk merekrut orang. Hadehh, mana sisi fleksibelnya?
5. Karena bosan dan enggak tahan hidup saya diganggu, akhirnya saya hengkang dari MLM. Sejak saat itu saya kurang respek dengan yang namanya MLM. Padahal kalau ditelaah secara logika, bukan MLMnya yang salah, tapi personil mereka dan cara-cara terselubung mereka untuk merekrut downline.
Hari-hari berikutnya saya blok semua nomor ponsel upline-upline saya. Saya tidak mau dihubungi lagi dan tidak mau terjebak lagi. Tapi, yang namanya kejadian hidup itu selalu ada sisi positifnya. Kan ya, kan ya? Sedikit pembeberan saya mengenai hal positif ikut MLM ini :
1. Saya menjadi suka berpakaian rapi. Karena terlalu sering ketemu orang-orang berbaju rapi dan berpenampilan elegan. Kalo gak kepaksa banget, minimal kerudung paris harus udah yang setrikaan. :3
2. Kemampuan saya berbicara di depan umum membaik. :)
3. Saya telah tau seluk beluk MLM, jadi saya memiliki kemampuan untuk melihat peluang dan jika sewaktu-waktu saya diprospek kembali oleh orang tak dikenal, atau samar-samar dikenal. Untuk membalas dendam, saya pura-pura masih gak ngerti MLM, sok penasaran dan di akhir pembicaraan, saya menolak karena sudah pernah ikut. #mukajahat
4. Saya semakin mengerti bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang belum sejahtera tapi mengharap kekayaan secara instan. Untuk itu, semangat berwirausaha juga tiba-tiba muncul.
5. Punya banyak teman yang pernah bekerja sama. (walaupun sekarang kalau ketemu masih ngerasa gak enak karena pernah saling memaksa untuk bergabung dan menghubunginya terus-menerus).
Tapi kalau ditanya apakah MLM bisa benar-benar mendatangkan keuntungan. Iya, bisa banget. Permainan uang dalam MLM itu berlangsung dengan lancar dan memang benar-benar ada. Orang yang mendapat mobil, rumah dan kapal pesiar itu pun benar-benar nyata dan ada. Sayangnya, untuk meraih pencapaian itu harus diimbangi dengan usaha yang keras juga. Apalah itu, kalau ingin mencapai kesuksesan, kita tetap harus menitinya dengan keringat dan darah (nyontek istilahnya Marissa Haque). Saya tidak menyalahkan sebagian orang yang ingin meniti kesuksesan melalui bisnis MLM. Karena memang contoh orang sukses gara-gara MLM memang banyak. :). Nah, di sini saya mau bagi-bagi tips kalau udah mantep mau ikut MLM :
1. Pilih produk MLM yang memang kamu tertarik dengan produknya. Misal kamu perempuan, suka berdandan. Gabunglah dengan Oriflame. Kamu suka masak, gabung dengan Tupperware. Jangan kamu masih remaja tapi yang dijual malah produk supplemen apalagi prduk traktor. Gak jurusan! Kecuali kalau memang punya semangat tinggi untuk mengejar target. Atau punya muka tebel buat nawarin obat anti penuaan dini sama adeknya temen kamu, ya ga masalah. Well, keuntungannya, jika kamu menyukai produk yang dijual, tekanan untuk memiliki downline dan mengejar target dapat diminimalkan.
2. Rajin update informasi tentang produk yang kamu jual. Sangat tidak lucu ketika kamu memutuskan untuk bergabung dengan MLM tapi tidak tau apa yang kamu jual dan kerjakan. Selain update informasi produk, rajin juga untuk broswing testimoni dan review para penggunanya. Apakah mereka puas? Apa mereka sukses dengan bisnis mereka? Apakah mereka setuju produk yang kamu jual itu berkualitas? Cari juga pro dan kontra dengan bisnis ini.
3. Jangan berbohong. Ini yang aku sangat enggak suka dengan oknum pelaku MLM yang sering menyelubungi niat mereka dengan embel-embel partime fleksibel yang menjamin keuntungan banyak. Katanya fleksibel, ternyata mengganggu terus. Katanya tiga bulan bisa dapet uang segini juta, nyatanya enggak. Please do your job in right way. Supaya tidak ada orang yang dirugikan. Okay? . Bisnis itu win-win, dan merusak hubungan baik itu adalah bencana.
4. Pastikan semangatmu selalu tinggi dan yang penting juga, kamu bisa menularkan semangatmu ke orang lain yang menjadi downline kamu. Bisnis MLM itu bahan bakarnya itu semangat dan niat. Kalau kamu udah kehilangan semua itu, dijamin akan mandeg di tengah jalan. Eh, ini juga berlaku untuk semua bisnis dink ya? Semua butuh niat dan semangat.
5. Yakini bahwa banyak jalan menuju sukses. Jika MLM adalah pilihanmu, maka konsistenlah. :)
NB : Tadinya saya sertakan gambar Tianshi, Oriflame dan Tupperware. Tapi saya hapus karena takut dikira ngiklan.. Hehehee..
@andhikalady
Continue reading Apa yang harus dipertimbangkan sebelum ikut MLM?
Mari kita lupakan dulu seteru antara yang pro dan kontra. Karena mungkin ada juga pembaca yang belum pernah mengenal MLM dan belum mengerti isi di dalamnya sama sekali. Bagi yang belum tau, mudah-mudahan postingan saya ini cukup membantu. FAQ : Saya bukan ahli ekonomi, jadi informasi di bawah ini hanya sebatas pengetahuan dasar saya saja.
Apa sih MLM itu?
MLM atau multi level marketing adalah sistem penjualan yang menggunakan media orang-orang/masyarakat sebagai personil pemasar. Orang-orang yang berperan sebagai pemasar ini memiliki jenjang yang berbeda-beda sesuai tingkatan dan jumlah downlinenya. Makannya disebut multi level. Sejauh yang saya tahu, ada dua sistem penjualan produk. Yang pertama konvensional, yang kedua melalui penjualan langsung. Penjualan secara konvensional banyak sekali contohnya. Mayoritas penjualan produk menggunakan sistem ini. Langkah-langkahnya :
Produksi (biaya produksi) -> iklan (biaya iklan, bayar artis, bayar baliho, bayar sewa hosting domain) - distribusi (bayar distribusi) -> konsumen
Sebelum sampai ke tangan konsumen, produk itu melewati beberapa tahap pemasaran yang memakan biaya. Biaya pemasaran itu akan ditambahkan ke harga final yang dibeli konsumen. Jadi misalnya kita membeli sepotong sabun mandi batangan seharga 3000 rupiah, bisa jadi harga asli sabun tersebut hanya lima ratus. 2500 sisanya adalah biaya marketing, iklan, distribusi, dan sebagainya.
Lain halnya dengan MLM. Bentuk pemasaran dapat disederhanakan sebagai berikut :
Produksi (biaya produksi) -> multi level marketing (biaya marketing, bayar level, bayar rewards, dsb) -> distribusi -> konsumen.
Haha, ternyata jumlah langkahnya sama ya. Hanya berbeda dari segi pemasaran. Pemasaran melalui jalur MLM ini cukup unik. Perusahaan mengeruk orang banyak dan orang-orang tersebut juga mengeruk orang-orang lagi untuk menjadi partner marketingnya (atau kita sebut downline). Orang-orang tersebut bertugas menjual produk secara pribadi ke orang lain. Makin banyak jaringan, makin laris produk yang dijual. Makin banyak downline, makin banyak produk yang di jual di jaringannya. Makin kayalah orang itu. Jadi, keberhasilan mengikuti bisnis MLM sangat tergantung dengan kemampuan kita merekrut orang sebagai mitra.
Secara garis besar memang terlihat tidak ada yang aneh. Tapi, di masyarakat umum, sangat banyak terjadi penyelewengan cara perekrutan. Ini pengalaman saya sendiri sih. #glek Dulu waktu saya masih semester dua, baru meniti karir sebagai mahasiswi baik dengan IPK lumayan dan part time sebagai guru les, ada seorang teman yang mengajak saya ikut MLM dia. Nama badan MLMnya adalah Tianshi. Pasti udah pada dengar kan? Nah, Tianshi ini semacam penjual obat dan suplemen asal China. Kalo mau informasi lebih banyak tentang tianshi coba googling saja. Banyak sekali info dan pro kontra yang terdapat di website.
Nah, proses perekrutan itu yang kelihatan indah pada awalnya ternyata banyak dibalut penyelewengan-penyelewengan yang terjadi. Misalnya begini :
1. Calon downline ditawari untuk kerja parttime dengan penghasilan sekian juta. Tapi ketika ditanya kerja ngapain, mereka tidak menjawab, alih-alih mengajak calon untuk datang ke seminar OPP di kantornya (singkatannya lupa. :p). Segala daya upaya mereka lakukan untuk mengajak calon datang ke OPP dengan TIDAK MENYEBUTKAN METODE KERJANYA SEPERTI APA. Bagi yang penasaran, belum tahu secara mendalam, pengen dapet duit banyak dengan instan, atau karena enggak enak diajak temen, akhirnya ya maulah si calon mengikuti mereka. Pengalaman, saya diiming-imingi duit banyak, dan temen kerja yang cakep-cakep. Karena (lagi-lagi) saya enggak enak, akhirnya saya mengikuti teman saya itu.
2. Saat seminar, kita disuguhi presentasi yang melukiskan impian-impian umum manusia (punya rumah, punya mobil, punya kapal pesiar). Dan sound system dan suasana yang mendukung banget untuk penambahan semangat. Dan lagi, orang-orang di dalamnya itu berpakaian dan bersikap seolah-olah kelihatan profesonal sekali sebagai pelaku bisnis besar. #ngeeek
3. Setelah seminar itu, kita dipertemukan dengan upline orang yang ngajak itu. Dan (lagi-lagi) kita dicekoki dengan impian duit banyak, dan lain-lain secara pribadi dan tatap muka. Hampir setiap penyangkalan yang diucapkan akan dibalik menjadi pengertian yang seolah-olah dapat diterima logika. Misalnya begini :
Calon downline : Tapi kan ini bisnis cari-cari orang.
Upline : Emang ada bisnis yang enggak cari-cari orang? Kamu jadi guru, yang diajar kan orang. Emang ngajar monyet?
CD : Aku gak punya kemampuan bicara di depan umum.
U : Itu bisa dilatih mbak. Sekarang mbak lagi bicara sama siapa? Saya saya kan? Lha, itu bisa ngomong sama saya.
CD : Kalo enggak boleh sama orang tua.
U : Mbak itu udah dewasa, sudah bisa memutuskan sendiri. Sudah bisa memilih impian sendiri. Sudah mantap mau wisuda bawa merci dan punya passive income 30 juta per bulan?
CD : Aku gak punya temen banyak.
U : Masa? Temen kos, temen kuliah, temen sd, bapaknya temenmu, ibunya temenmu, tetangga.
Hmmm, ga sekalian aja tetangganya ibunya kucingnya ponakannya mantan calon calon pacar saya Mas?
Gak usah panjang-panjang. Pokoknya saya akhirnya bergabung. #facepalm . Sekian ratus ribu saya keluarkan (dan gak usah tanya kenapa dan duitnya dari mana)
4. Ketika saya telah bergabung, ternyata enggak sampai di situ. Saya diminta (atau dipaksa) untuk menuruti semua planning upline saya. Dari harus datang setiap hari ke kantor bawa temen. Harus sedia kalau dipanggil kapan aja. Harus sedia bolos kuliah kalau ada presentasi. Dan satu lagi, mereka sering mencela downline yang mau mudik karena dianggap membuang-buang waktu untuk merekrut orang. Hadehh, mana sisi fleksibelnya?
5. Karena bosan dan enggak tahan hidup saya diganggu, akhirnya saya hengkang dari MLM. Sejak saat itu saya kurang respek dengan yang namanya MLM. Padahal kalau ditelaah secara logika, bukan MLMnya yang salah, tapi personil mereka dan cara-cara terselubung mereka untuk merekrut downline.
Hari-hari berikutnya saya blok semua nomor ponsel upline-upline saya. Saya tidak mau dihubungi lagi dan tidak mau terjebak lagi. Tapi, yang namanya kejadian hidup itu selalu ada sisi positifnya. Kan ya, kan ya? Sedikit pembeberan saya mengenai hal positif ikut MLM ini :
1. Saya menjadi suka berpakaian rapi. Karena terlalu sering ketemu orang-orang berbaju rapi dan berpenampilan elegan. Kalo gak kepaksa banget, minimal kerudung paris harus udah yang setrikaan. :3
2. Kemampuan saya berbicara di depan umum membaik. :)
3. Saya telah tau seluk beluk MLM, jadi saya memiliki kemampuan untuk melihat peluang dan jika sewaktu-waktu saya diprospek kembali oleh orang tak dikenal, atau samar-samar dikenal. Untuk membalas dendam, saya pura-pura masih gak ngerti MLM, sok penasaran dan di akhir pembicaraan, saya menolak karena sudah pernah ikut. #mukajahat
4. Saya semakin mengerti bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang belum sejahtera tapi mengharap kekayaan secara instan. Untuk itu, semangat berwirausaha juga tiba-tiba muncul.
5. Punya banyak teman yang pernah bekerja sama. (walaupun sekarang kalau ketemu masih ngerasa gak enak karena pernah saling memaksa untuk bergabung dan menghubunginya terus-menerus).
Tapi kalau ditanya apakah MLM bisa benar-benar mendatangkan keuntungan. Iya, bisa banget. Permainan uang dalam MLM itu berlangsung dengan lancar dan memang benar-benar ada. Orang yang mendapat mobil, rumah dan kapal pesiar itu pun benar-benar nyata dan ada. Sayangnya, untuk meraih pencapaian itu harus diimbangi dengan usaha yang keras juga. Apalah itu, kalau ingin mencapai kesuksesan, kita tetap harus menitinya dengan keringat dan darah (nyontek istilahnya Marissa Haque). Saya tidak menyalahkan sebagian orang yang ingin meniti kesuksesan melalui bisnis MLM. Karena memang contoh orang sukses gara-gara MLM memang banyak. :). Nah, di sini saya mau bagi-bagi tips kalau udah mantep mau ikut MLM :
1. Pilih produk MLM yang memang kamu tertarik dengan produknya. Misal kamu perempuan, suka berdandan. Gabunglah dengan Oriflame. Kamu suka masak, gabung dengan Tupperware. Jangan kamu masih remaja tapi yang dijual malah produk supplemen apalagi prduk traktor. Gak jurusan! Kecuali kalau memang punya semangat tinggi untuk mengejar target. Atau punya muka tebel buat nawarin obat anti penuaan dini sama adeknya temen kamu, ya ga masalah. Well, keuntungannya, jika kamu menyukai produk yang dijual, tekanan untuk memiliki downline dan mengejar target dapat diminimalkan.
2. Rajin update informasi tentang produk yang kamu jual. Sangat tidak lucu ketika kamu memutuskan untuk bergabung dengan MLM tapi tidak tau apa yang kamu jual dan kerjakan. Selain update informasi produk, rajin juga untuk broswing testimoni dan review para penggunanya. Apakah mereka puas? Apa mereka sukses dengan bisnis mereka? Apakah mereka setuju produk yang kamu jual itu berkualitas? Cari juga pro dan kontra dengan bisnis ini.
3. Jangan berbohong. Ini yang aku sangat enggak suka dengan oknum pelaku MLM yang sering menyelubungi niat mereka dengan embel-embel partime fleksibel yang menjamin keuntungan banyak. Katanya fleksibel, ternyata mengganggu terus. Katanya tiga bulan bisa dapet uang segini juta, nyatanya enggak. Please do your job in right way. Supaya tidak ada orang yang dirugikan. Okay? . Bisnis itu win-win, dan merusak hubungan baik itu adalah bencana.
4. Pastikan semangatmu selalu tinggi dan yang penting juga, kamu bisa menularkan semangatmu ke orang lain yang menjadi downline kamu. Bisnis MLM itu bahan bakarnya itu semangat dan niat. Kalau kamu udah kehilangan semua itu, dijamin akan mandeg di tengah jalan. Eh, ini juga berlaku untuk semua bisnis dink ya? Semua butuh niat dan semangat.
5. Yakini bahwa banyak jalan menuju sukses. Jika MLM adalah pilihanmu, maka konsistenlah. :)
NB : Tadinya saya sertakan gambar Tianshi, Oriflame dan Tupperware. Tapi saya hapus karena takut dikira ngiklan.. Hehehee..
@andhikalady